Friday, March 11, 2022

Hutan Mangrove Pelindung Kota Sorong Dari Ancaman Gelombang Air Laut


Penanaman Mangrove

Sumber gambar : https://cdn.antaranews.com/cache/800x533/2021/10/22/IMG_20211022_115022.jpg


Mangrove sangat penting artinya dalam pengelolaan sumber daya pesisir di sebagian besar-walaupun tidak semua wilayah Indonesia. di Papua Barat Khususnya kota Sorong, Mangrove berperan sebagai filter untuk mengurangi efek yang merugikan dari perubahan lingkungan utama, dan sebagai sumber makanan bagi biota laut (pantai) dan biota darat. Jika mangrove tidak ada maka produksi laut dan pantai akan berkurang secara nyata. 


Secara ekologis, hutan mangrove menjadi sebuah pelindung di pinggir pantai, karena mangrove adalah tanaman yang unik memiliki akar kuat yang bisa tumbuh berdiri di atas pasir, dan juga menahan kuatnya gelombang air laut sehingga bisa mengurangi proses abrasi pantai. atau bahkan benda-benda material dari hulu yang dibawa oleh air sungai ke hilir tertahan oleh akar mangrove.


Dikota Sorong sedang mengalami potensi hujan lebat dan angin kencang disertai petir menurut data BMKG sehingga mempengaruhi gelombang air laut yang sangat ekstrem di perariran Papua barat disekitar kota sorong dan sorong kepulauan. maka itu hutan mangrove adalah solusinya sebagai pelindung garis pantai kota sorong dari ancaman gelombang laut yang tinggi. oleh karena itu dalam hal ini konservasi menjadi upaya yang baik dalam penambahan jumlah tanaman mangrove di kota sorong


Konservasi mangrove untuk lingkungan menjadi lebih baik dan sejahtera dalam hal ini beberapa fungsi ekosistem mangrove sebagai berikut:


(a). Ekosistem mangrove sebagai tempat asuhan (nursery ground), tempat mencari makan (feeding ground), tempat berkembang biak berbagai jenis krustasea, ikan, burung, biawak, ular, serta sebagai tempat tumpangan tumbuhan epifit dan parasit seperti anggrek, paku pakis dan tumbuhan semut, dan berbagai hidupan lainnya;


(b). Ekosistem mangrove sebagai penghalang terhadap erosi pantai, tiupan angin kencang dan gempuran ombak yang kuat serta pencegahan intrusi air laut;


(c). Ekosistem mangrove dapat membantu kesuburan tanah, sehingga segala macam biota perairan dapat tumbuh dengan subur sebagai makanan alami ikan dan binatang laut lainnya;


(d). Ekosistem mangrove dapat membantu perluasan daratan ke laut dan pengolahan limbah organik;


(e). Ekosistem mangrove dapat dimanfaatkan bagi tujuan budidaya ikan, udang dan kepiting mangrove dalam keramba dan budidaya tiram karena adanya aliran sungai atau perairan yang melalui ekosistem mangrove;


(f). Ekosistem mangrove sebagai penghasil kayu dan non kayu; (g). Ekosistem mangrove berpotensi untuk fungsi pendidikan dan rekreasi.


Menurut Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang bahwa ekosistem mangrove termasuk Kawasan Lindung Lainnya, yaitu kawasan pesisir berhutan bakau berupa kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau bakau (mangrove) yang berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan.


Pedoman yang dipakai Mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, maka dasar penetapan sasaran RHL mangrove dan sempadan pantai adalah sebagai berikut:


- Kriteria sempadan pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proposional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat (Pasal 14, Keppres No. 32 Tahun 1990);


 - Perlindungan terhadap kawasan pantai berhutan bakau dilakukan untuk melestarikan hutan bakau sebagai pembentuk ekosisitem hutan bakau dan tempat berkembangbiaknya berbagai biota laut, 1 disamping sebagai perlindungan pantai dari pengikisan air laut serta perlindungan usaha budidaya dibelakangnya (Pasal 26, Keppres No. 32 Tahun 1990);


 - Kriteria kawasan pantai berhutan bakau adalah minimal 130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan diukur dari garis air surut terendah ke arah darat (Pasal 27, Keppres No. 32 Tahun 1990).


Ini semua berdasar kepada Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor : p. 35/menhut-ii/2010 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kehutanan Nomor p.32/menhut-ii/2009 Tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Teknik Rehabilitasi Hutan dan Lahan Daerah Aliran Sungai (rtkrhl-das).


dalam hal ini negara memillki tujuan yang dapat mengembalikan ekosistem diatur di Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2012 Tentang Strategi Nasional Pengelolaan Ekosistem Mangrove. pada pasal 12 dinyatakan bahwa pendanaan yang diperlukan untuk melaksanakan strategi nasional pengelolaan ekosistem mangrove dibebankan kepada anggaran pendapatan belanja negara dan/atau anggaran pendapatan belanja daerah serta sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.


Oleh karena itu ketentuan hukum yang harus tunduk kepada siapa saja yang merusak ekosistem mangrove dapat dipidanakan sesuai menurut hukum Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pasal 35:


Poin e

Menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove yang tidak sesuai dengan karakteristik wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; 


Poin d

Melakukan konversi ekosistem mangrove di kawasan atau zona budidaya yang tidak memperhitungkan keberlanjutan fungsi ekologis pesisir dan pulau-pulau kecil;


Poin g

Menebang mangrove di kawasan konservasi untuk kegiatan industri, pemukiman, dan/atau kegiatan lain;


Ketentuan pidana pasal 73 ayat 1 dikatakan bahwa Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) setiap Orang yang dengan sengaja: dan pada poin B ayat 1 : Menggunakan cara dan metode yang merusak ekosistem mangrove, melakukan konversi ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk kegiatan industri dan permukiman, dan/atau kegiatan lain sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 huruf e, huruf f, dan huruf g;


Ketentuan pidana pasal 73 ayat 2 dikatakan bahwa : Dalam hal terjadi kerusakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) karena kelalaian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).


Sangat kritis jika perlahan mangrove di kota sorong semakin berkurang akibat pembangunan dan kerusakan ekosistem pesisir akibat penambangan yang sebabkan oleh ulah manusia. tanpa mangrove kota Sorong pastinya akan ditelan oleh ganasnya gelombang air laut saat badai menerpa kota Sorong.

Salam

Penulis



No comments:

Post a Comment

Hutan Mangrove Pelindung Kota Sorong Dari Ancaman Gelombang Air Laut

Penanaman Mangrove Sumber gambar :  https://cdn.antaranews.com/cache/800x533/2021/10/22/IMG_20211022_115022.jpg